#BeraniLebih untuk melepas impian demi impian yang lain

08.16


#BeraniLebih melepas impian demi impian yang lain. Karena seyogyanya saya mempunyai banyak mimpi. Saya mempunyai banyak harapan. Saya mempunyai banyak keinginan.

Yah, itulah manusia terkadang lupa kalau sudah diberi banyak oleh Allah SWT, terkadang lupa ketika kenikmatan satu datang dan kenikmatan lain juga datang. Maka yang terjadi manusia selalu lupa untuk bersyukur.

Tidak... tidak... tidak... saya tidak ingin masuk dalam golongan orang-orang yang lupa bersyukur. Ketika diberi saya tidak ingin meminta yang lain. Ketika diberi impian yang jadi nyata, saya tak ingin menjadi manusia yang "rakus" akan semua hal untuk mendapatkan impian-impian saya yang lain.


Manusia memang gudangnya salah, dan saya hanya ingin menjalani apa yang memang sudah seharusnya dijalani. Apa yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab saya sebagai seorang individu.

Ini bercerita tentang #BeraniLebih dalam mengambil keputusan. Ketika semua impian di depan mata. Yaitu impian saya menjadi seorang Psikolog yang tinggal selangkah lagi, yaitu tinggal menyelesaikan tesis saya. Serta impian saya untuk bisa menjadi istri yang mendampingi suami dan ibu yang mendidik anak-anak saya bersama-sama dengan suami.

Ketika impian itu datang, saya dihadapkan untuk memilih salah satu. Meneruskan tesis dengan membawa serta bayi saya. Sedangkan suami saya tetap berada di Jepang meneruskan studi PhD-nya. Bingung, galau, banyak pertimbangan, pasti. Disaat impian menjadi psikolog di depan mata. Tetapi proses long distance marriage selama setahun pertama suami di Jepang, yang sudah saya jalani karena kehamilan saya bermasalah, membuat saya cukup merasa tersiksa harus berjauhan dengan suami saat itu.

Begitu pula ketika anak saya telah lahir, apakah kembali ke Jogja untuk mengerjakan tesis dan bimbingan atau ikut ke Jepang dan harus melepaskan impian saya. Arrgghh... rasanya berat sekali memilih salah satu. Tetapi saya sadar, saya hanya manusia biasa. Saya hanya ingin menjalani apa yang memang menjadi tanggung jawab saya. Dan inilah tanggung jawab saya yang sesungguhnya. Memilih keluar dari kampus, dan memutuskan hijrah bersama suami ke Jepang dengan membawa putri kami yang baru saja lahir.

Keputusan saya didukung sepenuhnya oleh keluarga. Dan kata-kata mama saya-lah yang semakin menguatkan keputusan saya.

"Sekolah dan belajar, tidak pernah ada batasan usia. Tetapi melihat perkembangan anakmu, mendidiknya berdua bersama suamimu. Itu hanya satu kali dan tidak bisa diulang"

Kalimat mama inilah yang akhirnya membulatkan tekad saya, bahwa keputusan saya tidak salah. Saya melepaskan impian untuk impian saya yang sebenarnya, yaitu menjadi ibu rumah tangga, mendidik anak-anak saya bersama-sama dengan suami, menjalani suka duka bersama dengan suami, bahkan jika Allah SWT masih memberi saya rezeki yang lain. Saya hanya yakin ridho suami akan membukakan rezeki saya, selama saya tidak melalaikan tugas sebagai istri dan ibu, maka rezeki itu akan datang dari arah yang tak terduga-duga.

Sekarang, saya merasa sangat bahagia karena kehadiran suami yang selalu mendukung keputusan saya dan hadirnya anak-anak yang membuat hari-hari saya merasakan nikmatnya menjadi seorang ibu. Serta saya tetap bisa mewujudkan impian saya yang lain, yaitu berkarir di rumah dan tetap bisa melihat perkembangan anak-anak saya.




sumber impian saya saat ini karena mereka


Lalu, apakah saya berhenti bermimpi saat ini?

Tentu saja tidak. Saya masih bermimpi. Yaitu melihat suami dan anak-anak saya bahagia.



akun Twitter : @irniis

akun Facebook : Irni Fatma Satyawati


Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Tulisan Pendek #BeraniLebih yang diadakan oleh Komunitas Light of Women


You Might Also Like

6 komentar

  1. lucunya, ada ya kereta dorong gitu?

    BalasHapus
  2. kereta tandem mb Yayuk, kok pas murah. Dibeli deh

    BalasHapus
  3. pilihan sulit ya Mbak.. tahun berapa pindah ke jepang mbak? kenal febty ga (OOT and kepo nih)
    salam kenal dari sesama KUM ya.. masih penasaran mau follow tp bingung hiks

    BalasHapus
  4. Waktu itu iya mba Ketty, tapi makin kesini makin merasa yakin gak salah ambil keputusan. Malah bersyukur sekali. Tahun 2013 April mb. Tapi suami udah duluan setahun. Dan udah S2 di sini juga waktu 2007-2009, lumayan guidenya udah jempol.

    BalasHapus
  5. Mbaaakkk... Salut buat mb irni yg selalu menginspirasi...
    Ibu yg smart...pinter masak, pinter ngurus anak2 dan suami :*

    BalasHapus
  6. Mbaaakkk... Salut buat mb irni yg selalu menginspirasi...
    Ibu yg smart...pinter masak, pinter ngurus anak2 dan suami :*

    BalasHapus

Quote

Quote

Quote

Quote

Follower